Ammir Gita bersama Suku Cahaya Ensemble merilis karya terbaru bertajuk “Semar”, yang terinspirasi dari sosok Semar yang ada pada sejumlah cerita dan kepercayaan adat.
Sosok yang memiliki banyak sikap, dimana sikap-sikap ini dapat diadopsi untuk kehidupan saat ini. Ammir Gita dan Suku Cahaya Ensemble mencoba membawakannya sebagai doa dan penanda zaman.
Pada mitologi Jawa, Semar adalah punakawan pelindung, pengasuh, sekaligus pengingat. Sosok yang tidak haus kuasa, tidak mencari pengikut, dan tidak mengabdi pada kebohongan.
Di era modern yang penuh hiruk-pikuk informasi, krisis nilai, dan pencitraan tanpa isi, Semar adalah sosok yang bagi Ammir Gita bersama Suku Cahaya Ensemble menjadi sosok yang dirindukan saat ini.
Sosok semar yang dapat menjadi influencer nurani, yang bicara jujur, kritis tanpa membenci, dan hadir tanpa pamrih. Menghadirkan usaha dan sikap yang baik untuk untuk dapat dijadikan contoh.
Di tengah tarik-menarik antara modernitas dan akar tradisi, komposer Ammir Gita bersama Suku Cahaya Ensemble mempersembahkan “Semar”, sebuah karya lintas dimensi dan seruan spiritual.
“Semar” menggabungkan mitologi Jawa, world music, ambient jazz rock, hingga kidung sakral. Kolaboratornya juga mengajak sosok-sosok kuat di dunia seni dan musik: Sujiwo Tejo, Sita Nursanti, Sandhidea, dan Wisnu Ikhsantama.
Semar digambarkan sebagai suara hati yang bisa lahir kembali di jalanan, media sosial, hingga percakapan batin.
“Kita sedang kehilangan banyak hal. Tapi yang paling berbahaya adalah kehilangan arah. Dan Semar hadir untuk menunjukkan jalan kembali,” ujar Ammir Gita dalam naskah rilis yang diterima PentasPentas.
Musik “Semar” sendiri melibatkan kolaborator Sujiwo Tejo sebagai dalang/narator penuh filosofi; Sita Nursanti, sinden pembawa pujian untuk Dewi Sri; Sandhidea C.N, penari yang menerjemahkan Semar dalam gerak sakral; dan Wisnu Ikhsantama untuk pemolesan mixing dan mastering.
Suku Cahaya Ensemble juga diperkuat oleh Downey Angkiry, maestro kendang dan instrumen Nusantara; lalu Yudhis Mahendra, gitaris dengan distorsi meditatif; serta Achi Hardjakusumah, pemain biola pemenang AMI Awards yang merajut harmoni dalam nada klasik.
“Semar” merupakan bagian pertama dari seri karya Suku Cahaya Ensemble yang bertujuan menghidupkan kembali mitologi Nusantara melalui ekspresi musikal kontemporer.
Karya kolaboratif ini akan dibawa ke panggung dunia lewat festival musik di Jepang, Korea, dan Indonesia sepanjang 2025–2026. Nantinya melalui karya ini akan banyak orang dari berbagai tempat di dunia ikut menerima pesannya.
“Semar” sudah dapat dinikmati di berbagai digital streaming platform sejak 20 Juni 2025 lalu. (Indah/PP)