Barry Likumahuwa kembali menunjukkan penghargaan tertingginya terhadap warisan musik masa lalu, yang selama ini banyak mempengaruhi perkembangan musikalitasnya.
Kali ini, sang musisi merujuk ke “Ambon Jazz Rock”, sebuah album fenomenal milik mendiang penyanyi Jopie Latul yang dirilis pada 1982 silam.
Sebuah karya rekaman yang membawa nuansa kelokalan yang khas, namun dapat dinikmati banyak orang secara nasional.
Album tersebut membuktikan bahwa musik berbahasa daerah, dengan lirik dalam dialek lokal, juga dapat diterima oleh khalayak luas dan disejajarkan dengan karya-karya dari grup fusion jazz besar seperti Karimata, Krakatau, Emerald, dan Bhaskara.
Di balik pencapaian luar biasa itu, berdiri nama-nama legendaris seperti Yopie Latul, Christ Kayhatu, Enteng Tanamal dan Yance Manusama yang membentuk fondasi kuat dalam sejarah musik Nusantara.
Pada 2021, Barry Likumahuwa pernah merilis single “Nusaniwe” bersama Teddy Adhitya & Renewal, yang diproduseri oleh Narnera / Sinjitos Collective.
Lagu itu menciptakan fenomena tersendiri: di setiap panggung, penonton dari berbagai latar belakang etnis dapat menyanyikan “Nusaniwe” dengan fasih, membuktikan kekuatan universal musik.
Bahkan, lagu ini sempat dinominasikan dalam AMI Awards kategori R&B, meskipun menggunakan bahasa daerah — menunjukkan bahwa batasan genre dan bahasa dapat dilampaui oleh kekuatan emosi dan musikalitas.
Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa terkadang bahasa bukanlah batasan untuk sebuah karya dapat dinikmati banyak orang. Bahkan karya dengan bahasa daerah dapat terus dinikmati di masa lalu hingga sekarang.
Melanjutkan semangat tersebut, pada 29 Mei 2025 lalu, Barry Likumahuwa bersama Narnera merilis single daur ulang “Mari Badansa” karya Johny Putuhena.
Rilisan ini, dikutip PentasPentas dari info resminya, juga sebagai bentuk apresiasi terhadap album yang sangat mempengaruhi perkembangan musikalitas Barry.
Dalam versi terbaru ini, Barry Likumahuwa tetap mempertahankan esensi tradisional Maluku — seperti pukulan Tifa sebagai dasar ritme — sambil memberikan nuansa baru dengan sentuhan jazz kontemporer.
Kolaborasi ini semakin lengkap dengan kehadiran Patton Otlivio (Runner-Up Idola Cilik 2009) dan Eulogia Chorus, menghadirkan warna musik yang kental dengan elemen jazz dan gospel, namun tetap setia pada akar budaya lagu aslinya.
“Mari Badansa” bukan sekadar lagu, namun juga sebagai pengingat akan kekayaan kreativitas musik Indonesia. Selalu ada kreativitas yang lahir dari berbagai daerah di Indonesia seperti “Mari Badansa”.
Lagu ini juga menjadi panggilan bagi generasi muda berdarah Maluku untuk terus berkarya dan berbangga atas predikat Ambon sebagai Kota Musik Dunia.
Sekaligus, merayakan para legenda yang telah membuka jalan bagi munculnya suara-suara baru yang berani dan otentik.
Ke depannya mungkin akan lebih banyak musisi-musisi muda yang hadir dengan darah dan semangat yang sama untuk membawakan musik mereka.
Namun tak terbatas pada Ambon saja, karya ini dapat dinikmati oleh siapa pun pendengar musik di Indonesia. Menambah keberagaman musik dengan nuansa daerah. (Indah/PP)