Fanny Soegi dicemplungkan unit metalcore asal Bandung, 510 dalam sebuah lagu cinta galau yang bermuatan distorsi. Mereka berkolaborasi di lagu terbaru band tersebut, bertajuk “Amo”.
Sebuah studi mengungkapkan bahwa mendengarkan lagu galau ternyata dapat memberikan rasa nyaman bagi pendengarnya. Di Indonesia sendiri, rata-rata valensi daftar putar lagu teratas diperkirakan hanya 0,38 yang menunjukan preferensi kecenderungan pendengar di Indonesia lebih menyukai untuk mendengarkan lagu-lagu sedih, murung, atau marah.
Kerinduan akan hadirnya sebuah karya lagu sendu yang tak hanya menjual lirik sedih, tetapi juga dapat menyentuh perasaan terdalam hingga membuat pendengarnya larut dalam imaji melankoli kini direspon 510.
“Amo” sendiri, dituturkan lewat siaran pers resmi yang diterima PentasPentas, merupakan karya 510 yang magis. Tidak hanya bersuara tapi juga bercerita dalam tiap untaian liriknya.
Bukan hanya sebuah karya musik, pula sebuah narasi karya sastra yang penuh estetika. Seperti dalam bait pamungkas liriknya, “Mungkin takkan ada esok hari….”
Tentu bukan 510 namanya jika lagu galau versi mereka hanya sekadar penghantar sendu. “Amo” sendiri berisi fluktuasi emosi dan juga elemen yang akan memanjakan telinga.
Pemilihan “Amo” sebagai tajuk untuk lagu terbaru mereka diambil dari bahasa latin yaitu ‘amor’ yang berarti ‘cinta’. Pun dalam bahasa Prancis Amo diartikan sebagai cinta.
Cinta bukan hanya perihal terang dan bahagia, terkadang cinta juga bernuansa gelap dan menghadirkan sungkawa. Faizal Permana alias Ical yang merupakan sang vokalis dari 510, sekaligus penulis dari keseluruhan narasi dalam lagu ini menorehkan gelap terang cinta itu secara akurat.
Untuk menghantarkan “Amo” secara sempurna, 510 lantas menggandeng Fanny Soegi sebagai Mousai atau sang dewi bersuara merdu yang hadir mengisi lini suara perempuan pada lagu tersebut.
Fanny Soegi terkenal akan timbre suara yang bernuansa folky dipadankan dengan vokal Ical yang angelic sehingga menciptakan harmoni sempurna seakan kedua nya berada di dimensi yang berbeda, semakin menguatkan kesan perpisahan pilu karena tak lagi dalam ruang dan waktu yang sama.
Petikan gitar akustik Prass sebagai pelataran lagu ini dari detik pertama berhasil memberikan nuansa seakan sedang dalam sebuah perjalanan berkendara sembari melihat jauh ke depan, nan terus melaju menjauhi hulu.
Merinding, kesan yang akan didapatkan saat mendengarkan lagu ini. Jika sedang dalam suasana hati yang berduka, mungkin saja tanpa terasa akan meneteskan air mata.
Dengan total durasi lagu yang panjang selama tiga menit 52 detik, selama dua menit 56 detik akan terbuai dengan melankolia dan memaksa untuk membenamkan hati lebih dalam ke kubangan rasa duka.
Tak meninggalkan elemen kejutan dalam setiap karya yang 510 ciptakan, di hampir paruh akhir lagu serta merta akan diteriaki oleh Ical melalui vokal scream yang khas, yang dilampiaskan dalam rasa depresi yang tak berkesudahan itu.
Disusul entakan drum dan pekikan gitar elektrik yang meski ringkas namun akan membekas dan membalut keseluruhan duka cita pada lagu “Amo” ini.
“Amo” dirilis hari ini, 25 April 2025 dalam format audio yang dapat dinikmati melalui berbagai gerai digital streaming. (mm/PP)