LAZIM mengangkat tema amarah dan konflik batin yang sering terjadi di antara rumah dan pencarian jati diri, lewat rilisan single terbarunya, “Sinis”.
Lagu tersebut, terinspirasi oleh semangat punk Britania Raya dan energi rock Indonesia era 90-an hingga awal 2000-an.
Sebagai band yang mewakili kalangan kelas pekerja, LAZIM yang berasal dari Cibubur, Jakarta Timur ini tidak hanya ingin mengguncang panggung, tetapi juga mencerminkan perjuangan masyarakat suburban yang berjuang di tengah kesibukan kehidupan modern saat ini.
Diinfokan via info resmi yang diterima PentasPentas, “Sinis” sendiri terlahir dari sebuah jam session di studio kecil di Jakarta, yang kemudian berkembang menjadi komposisi matang dan emosional.
Lagu ini menggambarkan realitas banyak orang, terutama mereka yang memasuki usia seperempat abad, sebuah periode yang sering kali penuh dengan keraguan dan pencarian identitas.
LAZIM dengan jujur mencerminkan kemarahan yang muncul akibat dilema universal: apakah mengikuti aturan yang ada atau tetap setia pada nilai-nilai pribadi.
Dengan melodi yang gelap, “Sinis” menyajikan lirik pesimis yang lugas, memaksa pendengarnya untuk merenung tentang rumah dan kehidupan yang sudah lama tidak dijamah.
Dalam hal musikalitas, LAZIM memadukan nuansa shoegaze dan grunge pada gitar, post-punk pada bass, serta drum dan vokal yang menghidupkan kembali semangat rock Indonesia di awal 2000-an.
Proses rekaman dilakukan di Palm House Studio, Pejaten, Jakarta Selatan, yang juga menjadi tempat lahirnya karya-karya dari Kelompok Penerbang Roket, The Panturas hingga Kalulla.
Untuk mixing dan mastering, LAZIM bekerja sama dengan Firas Aditya, personel dari band Rachun, di Studio Potlot.
Hasilnya, “Sinis” berhasil menangkap esensi yang ingin disampaikan, dengan suara yang mengingatkan pada band punk asal Dublin seperti Fontaines D.C. dan The Murder Capital, dengan sentuhan khas Indonesia ala Koil dan Slank.
Pada aspek visual, LAZIM bekerja sama dengan ilustrator Jakarta, commonsssense, yang menginspirasi desain cover art dengan rutinitas pribadinya sebagai seorang komuter dan penulisan lirik “Sinis” yang relevan dengan pengalaman hidupnya.
Proses akhir desain dilakukan dengan teknik campuran media antara pena di kertas dan sentuhan digital, menciptakan gambaran kacau balau kehidupan yang tak terhindarkan.
“Sinis” menjadi langkah awal menuju album perdana LAZIM. Sambil menantikan perilisan album ini, mereka akan merilis lagu-lagu lainnya yang akan masuk dalam album sepanjang tahun ini. (camilla/PP)