Loris and the Bell’air baru saja merilis karya terbarunya, bertajuk “Terjerat Sudut Gelap”, dimana selain menunjukkan musik terbarunya, juga merekam sisi yang unik dan berbeda dari biasanya.
Di tengah riuhnya industri musik yang sering kali mengangkat cinta, patah hati, atau keresahan diri, band asal Jakarta ini justru mengambil jalur berbeda.
Lewat “Terjerat Sudut Gelap”, band ini menyuarakan sesuatu yang jauh dari sorotan. Sesuatu yang mungkin juga jarang terlintas di pikiran banyak orang.
Hal yang Loris and the Bell’air bawakan adalah tentang kisah pilu para makhluk hidup primata yang tak lagi hidup selayaknya makhluk hidup. Mereka kerap tak dianggap hidup.
Akibat banyak kepentingan dan juga keserakahan yang kejam, membuat kehidupan primata tidak menjadi yang diperhatikan. Mereka terkadang mengalami banyak buruk bahkan sulit untuk hidup atau juga bertahan hidup.
Dengan balutan musik ambient rock yang gelap dan menghanyutkan, lagu ini menjadi semacam elegi untuk para primata seperti orang utan, monyet, dan simpanse, yang hidup dalam sangkar sempit, laboratorium eksperimen, atau dikurung sebagai hewan peliharaan eksotis.
Kehidupan yang dialami oleh banyak primata jauh dari perilaku yang membuat mereka hidup normal. Kehidupan yang nyaman dan aman itu sangat jauh dari apa yang mereka alami hingga saat ini.
“Terjerat Sudut Gelap” memberikan lirik yang dibalut dengan cara khas. Loris and the Bell’air menyajikan lirik yang juga tidak sama seperti banyak lirik yang didengar saat ini.
Liriknya tidak bercerita secara harfiah, namun menggunakan pendekatan metaforis yang kuat mengajak pendengar untuk merasakan keputusasaan, keterasingan, dan kehilangan kendali yang dirasakan oleh mereka yang tidak bisa bersuara.
“Kami merasa, kadang suara-suara yang paling butuh didengar justru datang dari makhluk yang tak bisa bicara,” ungkap Zidan, vokalis Loris and the Bell’air yang dikutip PentasPentas dari info resminya.
“Lewat lagu ini, kami mencoba jadi corong itu, meski kecil,” tambahnya.
Alasan untuk mengangkat isu ini datang dari rasa untuk mendengar suara-suara yang datang dari mereka yang tak bisa bicara. Rasa yang harus datang dari sebuah kepedulian terhadap satwa dan lingkungan.
“Terjerat Sudut Gelap” bukan hanya karya musik, namun sebagai pernyataan artistik yang berani, menyentuh, dan relevan, di tengah isu perburuan satwa, perdagangan ilegal, dan eksploitasi hewan di era digital.
Lagu “Terjebak Sudut Gelap” sudah tersedia di berbagai digital streaming platform (DSP) sejak 11 Juli 2025 lalu. Video liriknya, bisa disaksikan di tautan kanal YouTube ini. (idh/PP)