Whisnu Santika, seorang DJ dan produser musik elektronik kebanggaan Indonesia, kembali memantapkan posisinya sebagai pionir genre Indonesian Bounce.
Kali ini melalui peluncuran empat karya terbaru yang memadukan warna lokal dengan kualitas yang berdaya saing global.
Whisnu membawa semangat kolaboratif dan inovatif untuk mengubah cara kita menikmati musik pop Indonesia yang lebih ritmis, lebih danceable, dan lebih siap masuk ke klub-klub dunia.
Indonesian Bounce sendiri lahir dari eksperimen sonik yang dilakukan Whisnu Santika sejak awal karirnya, yang banyak dipengaruhi oleh baile funk, Dutch house, Brazilian sounds dan breakbeat.
“Saya hanya ingin bikin sesuatu yang terasa familiar tapi fresh. Musik yang bisa bikin orang goyang, tapi juga punya karakter Indonesia,” ujar Whisnu dari info resmi yang diterima PentasPentas.
Masa Pandemi menjadi titik tolak penting untuk genre ini. Saat itu, paham Indonesian Bounce ini justru menemukan momentumnya di pasar lokal, memberi ruang tumbuh bagi talenta dan gaya suara yang unik.
Whisnu terus bergerak walaupun saat itu pandemi menghadang. Ia melakukan tur nasional dan membawa pengalaman sonik Indonesian Bounce ke berbagai kota.
“Waktu itu orang haus hiburan, dan mereka terbuka untuk sound baru. Saya merasa diberi ruang untuk eksplorasi,” ucapnya mengenang.
Kini, genre ini semakin dikenal dan diapresiasi, bukan hanya oleh komunitas musik elektronik, tapi juga oleh penikmat musik pop dan arus utama.
Empat karya yang dirilis sepanjang tahun ini menjadi bukti keberanian Whisnu Santika untuk keluar dari pola lama.
Lagu “Mangu” milik Fourtwnty dan kolaborasi dengan Judika lewat lagu “Bagaimana Kalau Aku Tidak Baik-Baik Saja” menjadi perwujudan sisi personal dan emosional dalam musik elektronik.
Bukan hanya dentuman bass, tetapi juga cerita dan kedalaman lirik yang menyentuh. Sementara itu, lagu “Are You Ready” yang dirilis di Spinnin Records membawa pesan kolaborasi dan anti-kompetisi.
“Saya ingin segala sesuatunya dimulai dari kolaborasi, bukan saingan. Dunia musik itu luas, kita nggak perlu rebutan panggung,” kata Whisnu meyakinkan.
Lagu ini tidak hanya menjadi anthem pesta, tapi juga manifesto dari cara berpikir baru di industri musik. Lagu ini mengikutsertakan Akeey dan Liquid Silva (Kanada) sebagai karya kolaborasi.
“Lov3”, kolaborasi bersama Sorn, menjadi pintu masuk Whisnu ke pasar internasional. Proyek ini secara sengaja dirancang sebagai karya cross-market dengan target audiens Asia Tenggara dan global.
“Saya ingin lagu Indonesia bisa didengar di Bangkok, di Seoul, bahkan di Ibiza. Bukan cuma jadi pendengar, tapi juga jadi musisi yang memperdengarkan,” ucapnya menegaskan.
Dengan gaya produksi yang dinamis dan terbuka, Whisnu berharap bisa menjembatani pasar lokal dan global. “Kuncinya adalah terus refining dan eksperimen, jangan berhenti di zona nyaman.”
Dengan strategi kolaboratif, pendekatan lintas genre, dan keberanian untuk mencampur cerita personal ke dalam beat yang menghentak, Whisnu Santika menegaskan bahwa musik Indonesia tidak harus tunduk pada formula lama.
Ia mendukung musisi lain untuk ikut serta membentuk masa depan musik Indonesia yang lebih berani dan beragam.
Peluncuran empat karyanya ini menjadi langkah strategis dalam perjalanan panjang membangun ekosistem musik elektronik Indonesia yang punya identitas kuat. Dan Whisnu, sekali lagi, berdiri di garis depan perubahan itu. (Indah/PP)